Batubara di Koto Boyo Makin Meresahkan: Kejagung, Bareskrim dan KPK Diminta Turun Tangan
![]() |
cakrawalamediajambi.com |
cakrawalamediajambi.com,- Kasus yang terjadi di Koto Boyo, Provinsi Jambi kian meresahkan , himgga disamakan dengan kasus PT timah yang menjerat nama Harvey Moeis. Kerusakan lingkungan akibat tambang batubara di Koto Boyo, Kabupaten Batanghari, Jambi, mencerminkan skandal besar seperti kasus tambang timah yang menyeret Harvey Moeis itu. Di Koto Boyo, ribuan hektare lahan hancur, lubang-lubang tambang dibiarkan menganga, dan pencemaran lingkungan terjadi tanpa ada upaya reklamasi.
Bedanya, kasus Harvey Moeis sudah ditangani aparat penegak hukum. Sementara kejahatan lingkungan di Koto Boyo masih dibiarkan. Apakah Koto Boyo akan menjadi Bangka Belitung kedua?
Jika tidak segera ditangani, bencana ekologis yang lebih parah akan terjadi di Jambi.
Untuk diketahui, kasus tambang timah Harvey Moeis mengakibatkan kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun. Ahli lingkungan dari IPB, Bambang Hero Saharjo, mengungkap bahwa kerusakan di Bangka Belitung mencakup kerugian ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, biaya pemulihan yang mencapai triliunan rupiah.
Di Koto Boyo, kerusakan serupa terjadi. Namun, belum ada perhitungan kerugian resmi. Aparat belum masuk ke sana. BPK RI juga belum pernah melakukan audit.
Lubang-lubang bekas tambang batubara di Koto Boyo dibiarkan begitu saja. Tidak ada reklamasi, tidak ada tanggung jawab dari perusahaan tambang. Ribuan hektare lahan yang dulunya hijau dan subur kini berubah menjadi danau-danau beracun.
Air di lubang-lubang bekas tambang mengandung logam yang berbahaya bagi manusia dan ekosistem. Masyarakat kehilangan sumber air bersih. Hutan musnah, satwa liar kehilangan habitat, suhu meningkat drastis, dan tanah tak bisa lagi ditanami.
Sesuai Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi setelah operasi tambang selesai.
Namun, di Koto Boyo tidak ada satu pun bekas tambang yang direklamasi. Lubang-lubang tambang dibiarkan terbuka dan dipenuhi air beracun. Tanah kehilangan kesuburannya, tidak bisa ditanami kembali. Dana reklamasi yang seharusnya ada, entah ke mana.
"Perusahaan tambang ini sudah mengeruk keuntungan besar dari batubara, tetapi mereka pergi meninggalkan kehancuran tanpa peduli!" ujar Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau.
Aparat penegak hukum, mulai dari Kejagung, Mabes Polri hingga KPK harus menyelidiki ke mana dana reklamasi yang seharusnya digunakan untuk memulihkan lahan tambang. Jika ada penyelewengan, maka ini adalah skandal besar yang harus diusut tuntas.
36 Perusahaan Tambang Dilaporkan ke Kementerian ESDM
Dua tahun yang lalu, Ditlantas Polda Jambi pernah melaporkan sejumlah perusahaan tambang batubara, terutama yang beroperasi di Koto Boyo, ke Kementerian ESDM. Kala itu, Ditlantas Polda Jambi mengidentifikasi banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tambang di wilayah itu, terutama yang menyebabkan kerusakan jalan dan perusakan aset pemerintah.
Hanya dalam waktu sepekan, dari 15 Maret hingga 23 Maret 2023, Ditlantas Polda Jambi telah menindak sebanyak 152 pelanggaran dari 36 perusahaan tambang batubara! Pelanggaran tersebut meliputi overloading (melebihi batas tonase), pelanggaran jam operasional, perusakan jalan nasional akibat kelebihan muatan, truk patah as dan menyebabkan kemacetan parah.
Karena banyaknya pelanggaran dan dampak buruk yang ditimbulkan, Ditlantas Polda Jambi resmi melaporkan 36 perusahaan tambang tersebut ke Kementerian ESDM!
Berikut 36 perusahaan tambang batubara yang telah ditindak Ditlantas Polda Jambi dan dilaporkan ke Kementerian ESDM:
- Tridat Quantum
- PT DBM
- PT SAJ
- PT SPC
- PT KAInvestama
- PT BBMM
- PT AJC
- PT BHS
- PT Nanrian
- PT PUS
- PT Kotoboyo
- PT SM
- PT Anugrah Merangin
- PT Daya Bambu Sejahtera
- PT Duta Indo Persabda
- PT BHS
- PT Bumbuhan Multi Sejahtera
- PT Nagari Mitra Iskandar
- PT Zodiak
- PT BEI
- PT WKS
- PT ZAM
- PT Anugrah Muda Berkarya
- PT Pagar Beton
- PT SKKB
- PT DSA
- PT Tebo Prima
- PT MAS
- PT BMS
- PT TJ
- PT ASBB
- PT PDN
- PT BEI
- PT SGM
- PT PME
- PT BBM
Perusahaan-perusahaan ini diketahui melanggar batas tonase dan jam operasional, yang menyebabkan kerusakan jalan nasional!
“Pada Pasal Sanksi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2020 disebutkan bahwa apabila melanggar batas muatan, maka perusahaan pemegang IUP dan IUJP bisa dikenakan sanksi administratif, dihentikan sementara, hingga pencabutan izin oleh Kementerian ESDM," kata Dirlantas Polda Jambi Kombes Pol Dhafi, beberapa waktu yang lalu.
Ini mengindikasikan bahwa kejahatan akibat tambang batubara tidak hanya berupa kejahatan lingkungan, tapi telah meluas ke kejahatan lainnya.
Pemerintah dan aparat hukum harus segera bertindak. Jangan biarkan Koto Boyo menjadi Bangka Belitung kedua. Jika tidak segera diusut, maka akan ada lebih banyak daerah di Indonesia yang menjadi korban tambang tak bertanggung jawab!. (Red:Alif)
Leave a Comment